watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

CANTIKNYA ANAKBUAHKU

Aku adalah seorang tenaga marketing yang bekerja
di sebuah perusahaan distributor parfum di Bogor.
Sebenarnya aku juga merupakan perintis dari
perusahaan itu, sebut saja CV. WIN. Namun karena
andilku di perusahaan itu hanyalah Sumber Daya
Manusia, dan bukannya ada hubungan dengan
finansial, maka pendapatankupun tidak sama
dengan teman-temanku yang lain yang juga ikut
menjadi perintis. Ada lima orang termasuk aku
yang pertama kali bergabung menjadi satu hingga
terbentuklah CV. WIN. Adalah Pak Hendra, orang
yang paling berperan di perusahaan itu, karena
beliaulah yang menjadi pemegang modal dari
segala sesuatunya. Beliau seorang Sarjana Ekonomi.
Karena keakraban kami, maka kamipun memanggil
beliau dengan sebutan Babe, sebutan khas orang
Betawi. Karena lingkungan kami merupakan transisi
antara Sunda dengan Betawi.
Empat orang yang lain bertugas untuk
mengembangkan SDM, baik SDM masing-masing
maupun dalam hal rekrutmen dan
pengembangannya. Maka kami berempatpun
bersaing untuk merekrut anak buah yang
sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan hingga
menjadi sebuah tim yang integral dan solid. Dalam
empat bulan saja, yang semula hanya berjumlah
empat orang sudah menjadi lebih dari lima puluh
orang. Dan timku menjadi tim yang paling solid
dengan jumlah yang terbanyak.
Semua itu tak lepas dari kerja kerasku untuk
mengembangkan mereka, mendidik mereka dan
memotivasi mereka. Mereka memang tim yang
kuat dan bermotivasi tinggi. Mereka semua sangat
respek terhadapku. Itu semua karena aku hampir
dikatakan sempurna dalam hal pembinaan dan
approachmen. Aku selalu menghadapi mereka
dengan sabar, meski sifat mereka tak sama. Aku
menerapkan pendekatan yang berbeda-beda dari
yang satu dengan yang lainnya. Aku selalu memuji
mereka yang berprestasi, dan membangun
semangat bagi mereka yang sedang down. Aku
selalu sempatkan waktu sekitar dua sampai lima
menit kepada masing masing individu untuk
berbicara mengenai keluhan-keluhan mereka,
kendala-kendala di lapangan, dan rencana-rencana
mereka ke depan, sehingga mereka merasa benar-
benar menjadi bagian yang penting dalam tim.
Paling tidak aku menyapa mereka sekilas dengan
mengucapkan selamat pagi penuh semangat,
memuji penampilan mereka, atau hanya sekedar
mengatakan, "Dasi kamu bagus"
Aku juga sangat antusias dengan mereka, karena
sebagian besarnya adalah cewek. Dan bukan
rahasia lagi jika cewek sunda terkenal dengan
postur tubuh yang tak terkalahkan. Mereka rata rata
berbadan segar dengan buah dada yang sekal dan
menantang. Kulit mereka juga sangat bersih. Itu
adalah keuntungan tersendiri bagiku karena pasti
suatu saat nanti mereka (bahkan semuanya) bisa
aku kencani satu persatu.
Dengan pendekatan setahap demi setahap salah
satu diantara mereka, Febi, akan bisa aku nikmati
tubuhnya. Kisah ini berawal ketika suatu hari aku
tidak terjun ke lapangan karena badanku terasa tidak
enak. Tapi karena aku harus memotivasi mereka,
paginya aku sempatkan untuk ke kantor. Dan begitu
mereka berangkat ke lapangan aku pulang ke kost
untuk istirahat.
Namun paginya dikantor, Febi sempat curiga
dengan kesehatanku dan bertanya, "Mas kenapa,
sedang sakit ya?"
"Iya, Feb. Aku lagi nggak enak badan. Kayaknya aku
nggak berangkat hari ini"
"Ya udah, entar habis meeting Mas pulang aja. Mas
sudah makan?" tanya Febi penuh perhatian. Dia
memang orangnya sangat perhatian.
"Udah sih, tapi cuman dikit. Nggak selera"
Dengan penuh kelembutan Febi meraba dahiku.
Tangannya lembut dan wangi. Kalau aku diraba
agak lama mungkin aku langsung sembuh, pikirku.
Pukul sembilan pagi semua karyawan sudah
menyebar ke lapangan. Sementara aku masuk dan
beristirahat di ruang rapat. Babe masuk dan
bertanya, "Kenapa Yan, sakit?"
"Iya, Be," jawabku singkat.
"Ya udah, tiduran aja situ," kata Babe ramah.
"Nggak ah, Be. Aku mau pulang aja. Ntar sore balik
lagi"
"Terserah deh"
Aku bergegas pulang ke kost. Kostku memang
hanya berjarak tiga ratus meter dari kantor. Semua
biaya kostku ditanggung oleh Babe. Ruangnya
nyaman, besar dan bersih. Penjaganya yang
bernama Pak Min itu juga ramah. Menurut Pak Min
sebenarnya kamar itu khusus untuk tamu dan tidak
disewakan, tapi entah mengapa aku diperkenankan
menyewa kamar itu. Di kamar itu terdapat lukisan
panorama yang sangan besar dan indah. Asli pula
dan bukan reproduksi. Kata Pak Min posisi kamar itu
boleh diubah sesuka penghuninya. Asal jangan
kaget jika ada sensasi baru setelah itu. Apalagi
dengan lukisan itu. Tapi aku menganggap itu hanya
gurauan Pak Min dan aku tidak menanggapinya
dengan serius.
Sebenarnya di kost itu tidak boleh membawa teman
lawan jenis ke kamar, tapi sepertinya Pak Min, si
penjaga itu tahu apa yang dibutuhkan penghuni
kost, jadi peraturan itu diabaikan. Sehingga kamar
sebelahku sering dipakai pesta seks oleh
penghuninya. Aku pernah ikut sekali.
Sesampainya di depan kamar kost aku kaget karena
Febi ternyata sudah berada di depan kamar kostku
sedang membaca majalah kesukaannya.
"Lho Feb, kok kamu disini. Lagi ngapain?" tanyaku
singkat.
"Lagi nungguin Mas Iyan. Kenapa, nggak boleh?"
tanya Febi manja.
"Ya boleh sih, tapi kok tadi nggak ngomong dulu"
"Mau ngasih kejutan, biar Mas Iyan sembuh"
"Ah, bisa aja kamu," sahutku sambil mencubit
dagunya yang mungil itu.
Setelah membuka pintu kamar aku mempersilakan
Febi masuk. Dengan tanpa canggung Febi masuk ke
kamarku dan melihat sekeliling, "Kok posisi
kamarnya nggak diubah sih Mas. Emang nggak
bosen gini-gini aja. Ubah dong biar ada perubahan.
Biar selalu baru, jadi Mas nggak sakit-sakitan"
"Biarin, sakit kan karena penyakit. Bukan karena
kamar. Eh ngomong-ngomong, sorry lho kamarku
berantakan"
"Ah cowok mah, biasa," sahut Febi dengan sedikit
logat sunda.
Setelah itu tangan mungil Febi memunguti benda-
benda yang berantakan itu dan menatanya dengan
rapi di tempatnya masing masing. Sementara aku
pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
Begitu masuk kamar, kamarku sudah kembali
bersih dan rapi oleh tangan Febi. Aku lihat Febi
sedang sibuk memencet-mencet tombol remote
untuk mencari acara tv. Hari itu Febi mengenakan
baju tipis putih dengan celana hitam panjang.
Sangat terlihat profesional dia dengan pakaian itu.
Juga seksi. Sambil tiduran Febi terlihat sangat
menggoda. Payudaranya sangat terlihat mulus
dengan bra yang tidak seukuran. Terlihat sekali bra
itu tak sanggup memuat isi dari dada Febi.
Aku menelan ludah. Tiba tiba suhu badanku naik.
Aku tahu ini bukan karena aku sakit, tapi lebih
karena libidoku pasti sedang on. Si kecil juga ikut-
ikutan bangun. Sialan. Aku menggerutu karena
ketika si kecil bangun dengan posisi yang salah.
Menghadap ke bawah. Sehingga bulu-bulunya yang
semula sempat menempel jadi tertarik dan
menimbulkan rasa sakit. Aku merogohnya dan
menempatkannya dengan benar. Tentu ini tak
sepengetahuan Febi. Malu aku.
"Mas punya CD lagu yang bagus, nggak?" tanya
Febi mengagetkanku.
"Cari aja disitu, pilih sendiri. Ada lagu, ada film. Eh,
aku kemarin sewa film bagus tapi belum sempat
nonton. Tuh, yang bungkusnya dari rental"
"Film apa sih ini?"
"Action, tapi katanya sih, ada making love-nya"
"Hii. Coba ah, penasaran"
Sementara Febi memasukkan keping VCD, aku
memperhatikan pinggangnya yang sedikit terbuka
ketika dia sedikit menungging. Putih, mulus. Aku
jadi teringat Dewi pemeran VCD Itenas yang heboh
itu. Sementara aku duduk mengambil posisi
bersandar di tembok dekat tempat duduk Febi
sebelumnya. Aku berharap setelah selesai
memasukkan keping VCD, Febi kembali ke tempat
duduk semula, jadi aku berada disampingnya
persis. Dan benar, kini Febi berada disampingku
dengan posisi bersila, sementara kakiku aku
selonjorkan. Kini kaki kiri Febi yang dilipat
menumpang di kakiku.
Filmpun dimulai. Aku juga bersiap untuk memulai
film panas siaran langsung tanpa penonton dan
kamera. Aku mulai merangkul Febi. Mengelus
rambutnya yang hitam itu, sambil sesekali
membahas cerita film itu. Padahal sebenarnya aku
tidak begitu memperhatikan alur cerita film itu. Aku
hanya menjawab ya dan tidak atau tersenyum
menanggapi Febi yang terlihat serius. Lalu badan
Febi mulai bersandar di badanku. Akupun dengan
mudah menciumi rambutnya, telinganya juga
tengkuknya. Sementara tanganku yang sedari tadi
bermain di daerah atas, kini mulai merosot.
Menyentuh dada Febi, meremasnya hingga Febipun
tak lagi memperhatikan film itu dan menikmati
sentuhanku. Kini kami menjadi pemeran utama
sebuah film panas. Apalagi ketika alur film itu tiba
pada kisah make love, sesekali kami melihatnya
sebagai pemanas.
Wajah Febi yang semula menghadap tivi kini mulai
tengadah menghadapku. Bibir kamipun beradu.
Febi terlihat sangat antusias. Napasnya sangat
wangi menggairahkan. Aku yakin Febi
mempersiapkan hal ini dengan makan permen
wangi sebelumnya. Dia menjilati mukaku dengan
buas. Sementara tanganku sibuk bergerilya
mencoba melepas pakaian Febi. Tanganku yang
berada di dalam baju Febi berhasil membuka
pengait bra-nya. Gumpalan daging sekal itu kini
longgar tanpa pembungkus. Sementara bibirnya
sibuk menjilatiku, tangannya mulai menuju
pakaianku. Akupun dilucutinya. Sekarang aku tak
berbaju lagi. Bibir Febipun mulai bergerilya turun.
Menjilati dadaku dan mengulum susuku. Badanku
makin panas. Libidoku makin naik. Leher, perut,
telinga, dan dadaku menjadi sasaran bibir Febi. Aku
menikmatinya sambil terus memainkan
payudaranya yang semakin menghangat.
Semakin lama Febi semakin mengganas,
dilepaskannya celanaku luar dan dalam. Bibirnya
yang kini sudah tak berlipstik itu terus menjamah
semua sektor tubuhku. Lidahnya menjilat-jilat bulu
kemaluanku. Juga buah zakarku. Aku sesekali
menggelinjang menahan jilatannya. Apalagi ketika
kemaluanku masuk kedalam mulutnya. Ah, hangat
rasanya.
Febi berubah posisi. Yang semula berada tepat di
depanku, kini beralih disampingku, sambil tetap
menghisap kemaluanku. Perubahan posisinya
bukan tanpa alasan. Ternyata Febi mengulum
penisku dengan posisi dari samping sehingga
lidahnya mengenai permukaan penisku bagian atas.
Posisi ini sungguh sangat nikmat. Baru kali ini
merasakan hisapan dan jilatan yang sangat hebat.
Luar biasa.
Sementara itu tanganku terus mengelus tubuh Febi.
Payudaranya yang kenyal selalu menjadi favorit
tanganku. Juga pantatnya yang bulat mulus.
Sungguh menggairahkan. Tapi ketika jemariku
kutuntun untuk menuju liang vaginanya, Febi
menolak. Akupun menurut saja. Aku tidak mau
memaksakan kehendakku.
Sekitar sepuluh menitan Febi bermain dengan posisi
itu. Selanjutnya penisku dikeluarkannya dari mulut.
Lidahnya yang terus mengganas itu menjalar
keseluruh permukaan badanku bagian depan. Naik,
naik, dan terus naik. Kini bibir kami kembali beradu.
Kini posisi Febi tepat mendudukiku. Lalu perlahan-
lahan Febi membimbing penisku untuk masuk
kedalam liang vaginanya. Dan, bless.. hangat,
nikmat.
Febi meringis menahan rasa. Entah apa yang ia
rasakan. Setelah berkonsentrasi dengan penisku,
kini Febi mulai memompa dengan posisi naik turun.
Aku masih pada posisi duduk. Febi yang duduk
dihadapanku terus naik turun hingga payudaranya
terayun-ayun. Akupun tertarik dengan payudara itu.
Kupegang, kuremas, kutekan lalu aku
menundukkan kepalaku hingga bibirku mengenai
payudara Febi. Dalam kesulitan karena posisinya
yang terayun-ayun aku mengisap payudara Febi.
Febipun meraung-raung tak karuan.
"Ya Mas, terus Mas. Hisap terus, Mas"
"Augh, augh.. Mas aku mau keluar, augh, augh..
Ahh!!
Febi mengejang. Mukanya memerah. Lalu kami
membalikkan tubuh kami. Untuk sementara kami
juga melepaskan perabot kami yang tertancap.
Akupun mulai bekerja. Kubimbing Febi untuk
berjongkok. Akupun menyetubuhinya lagi dengan
posisi dari belakang.
Bless.. Kemaluanku masuk lagi ke liang vaginanya.
Dengan posisi doggystyle aku memompa pantat
Febi berkali-kali hingga aku merasakan ada
dorongan yang sangat kuat, hingga frekuensi
doronganku semakin cepat. Aku meracau tak
karuan. Febi tahu itu. Sebelum spermaku muncrat,
dilepaskanlah pantatnya. Sekejap Febi sudah
berbalik posisi. Tangannya langsung menangkap
kemaluanku. Dibantu mulutnya, dikocoklah penisku
sejadi-jadinya dan..
"Augh.."
Sperma hangat muncrat ke mulut Febi. Tanpa ragu
dikulumlah penisku. Rasanya tidak karuan.
Spermakupun habis ditelan Febi. Lalu kami
berduapun roboh tak berdaya. Aku mencium Febi
penuh kasih dan dengan senyum kepuasan.
Wajahnya yang penuh keringat tetap manis dengan
senyuman itu.
Sementara layar TV ku sudah menunjukkan display
VCD. Entah duluan VCD atau aku selesainya.
Tamat


Adult | GO HOME | Exit
1/1463
U-ON

inc Powered by Xtgem.com